Senin, 18 Januari 2016

Wanita Paling Berkah Bagi Kaumnya

Wanita Paling Berkah Bagi Kaumnya


Kekalahan kaumnya dalam Perang Bani Musthaliq mengubah total kehidupan Juwairiyah binti Harits. Putri pemimpin kabilah Musthaliq itu jatuh sebagai tawanan kaum Muslim.

Aisyah ra mengisahkan peristiwa itu dengan sangat indah, sekaligus penuh guratan kecemburuan. Ketika Rasulullah membagi-bagikan para tawanan Bani Musthaliq, kata Aisyah, Juwairiyah binti Harits jatuh ke tangan Tsabit bin Qais bin Syimas, saudara sepupunya.

Juwairiyah kemudian menebus diri dengan membayar secara diangsur. Ia menemui Rasulullah untuk meminta bantuan biaya tebusan atas kemerdekaannya.

Juwairiyah adalah sosok wanita menawan dan pandai bercanda, siapapun melihatnya pasti akan tertarik. Kata Aisyah,"Demi Allah, saat aku melihatnya di pintu kamar, aku merasa tidak suka padanya. Aku tahu, Nabi akan memandang kecantikannya seperti yang aku lihat."

Juwairiyah lalu masuk dan mengatakan pada Nabi,"Wahai Rasulullah, aku Juwairiyah binti Harits bin Abu Dhirar, pemimpin Bani Musthaliq. Aku tertimpa musibah seperti yang engkau ketahui sendiri. Aku jatuh dalam bagian milik Tsabit bin Qais bin Syimasy, dan aku ingin menebus diriku dengan cara membayar diangsur. Aku datang meminta bantuan padamu untuk kemerdekaanku."

Rasulullah balik bertanya,"Ada yang lebih baik lagi untukmu dari permintaan itu?"
"Apa itu, wahai Rasulullah?" tanya Juwairiyah.
"Aku akan melunasi biaya kebebasanmu dan aku akan menikahimu," kata beliau.
"Baik, aku mau," kata Juwairiyah.

Setelah itu tersiar kabar kepada seluruh kaum Muslimin bahwa Rasulullah menikahi Juwairiyah binti Harits. Orang-orang kemudian berkata,"Mereka (Bani Musthaliq) adalah besan-besan Rasulullah." Kaum Muslim pun melepaskan semua tawanan.

Aisyah mengisahkan, dengan pernikahan itu, seratus keluarga dari Bani Musthaliq dimerdekakan. Belum pernah ia mengetahui ada seorang wanita yang membawa berkah begitu besar untuk kaumnya melebihi Juwairiyah. 

(sumber: Biografi 60 Sahabat Rasulullah terbitan Qisthi Press)

Pejabat Bijak dan Sederhana

Pejabat Bijak dan Sederhana

 
Khalifah Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin kharismatik yang selalu siap melayani rakyatnya. Ia tegakan hukum dan keadilan dengan tegas demi kepentingan negara dan agama.
Suatu hari, sepulang dari masjid, Umar melihat seorang anak lelakinya yang masih kecil sedang menangis. Dengan terheran-heran beliau bertanya. "Mengapa engkau menangis, anakku? Apa yang terjadi,"katanya kepada anak itu.

Putranya menjawab dengan tersedu-sedu. "Teman-temanku selalu memperhatikan tambalan-tambalan bajuku. Bahkan mereka mengatakan, lihat baju anak seorang khalifah tambalannya sampai 14. Malah ada yang ditambah dengan kulit kayu.

Mendengar penuturan putrannya Umar merasa sedih dan iba. Ia berusaha menenangkannya. "Anakku, merupakan kebijakanku untuk tidak menempatkan kemewahan dalam kepemimpinanku. Walau begitu, keluhanmu akan ayah perhatikan,"ungkap Sayidina Umar kepada putranya.

Kemudian Umar melangkah pergi ke bendahara kas negara. Di sana ia berkata pada bendahara negara. "Pinjamilah aku uang sebesar empat dirham dari kas negara sampai bulan depan. Potonglah gajiku bulan depan untuk pinjaman itu."

Mendengar itu, pejabar bendahara kas negara iyu menjawab keinginan umar. "Wahai khalifah, ada apa denganmu? Mantapkan keyakinanmu untuk memimjam uang sebanyak itu? Kalau anda meningga dunia sebelum dapat melunasi semua hutangmu terhadap negara bagaimana?"

Mendengar jawaban bendaharan kas negara seperti itu, khalifah Umar bin Khattab menangis karena ketakutan kepada Allah. Ia lantas pulang menemui putrannya seraya berkata. "Duhai anakku, maafkan ayahmu. Bukan ayah tidak ingin membelikan baju untukmu, tetapi ayah tidak ingin dicap sebagai pemimpin yang hidup mengada-ada. Apa lagi bermewah-mewah mengunakan uang negara. Maka dari itu, Nak, kembalilah engkau bermain dan bersekolah bersama teman-temanmu dengan pakaian yang mampu ayah belikan. Sungguh, ayah tak mampu membelikan pakaian diluar kemampuan ayah. Ingatkah, dihadapan Allah, ketaqwaanlah yang utama."

Mendengar penuturan ayahnya yang saat ini menjadi khalifah, anaknya menjawab. "Baiklah ayah, kalau demikian keputusan ayah. Aku akan kembali belajar dan bermain dengan pakaian yang sederhana. Yang terpenting adalah aku bisa menuntut ilmu dan mendapat berkah serta ridlo dari Allah S.W.T."

Sumber : Cerita Teladan Para Sahabat dan Mujahid

Amr bin Ash, Sang Pembebas Mesir

Amr bin Ash, Sang Pembebas Mesir

Penggugah sahur di Mesir

Cahaya Islam yang gemilang di tanah Mesir tidak lepas dari jasa seorang sahabat mulia, Amr bin Ash. Para sejarawan menggambarkan sosok itu sebagai Sang Penakluk Mesir, atau lebih tepat Sang Pembebas Mesir.

Ketika Islam datang, Mesir berada di bawah pendudukan Romawi. Selama pembebasan, Amr berusaha keras menghindarkan penduduk dan wilayah Mesir dari peperangan. Ia juga menjalin hubungan baik dengan para uskup dan pemuka Nasrani.

Amr bin Ash tidak termasuk orang yang pertama-tama masuk Islam. Ia bahkan satu dari tiga orang Quraisy yang didoakan tertimpa keburukan oleh Rasullullah, sampai Allah mengingatkan beliau. Amr bin Ash baru masuk Islam menjelang Fathul Mekkah bersama Khalid bin Walid.

Dikisahkan oleh Khalid Muhammad Khalid dalam Biografi 60 Sahabat Rasulullah, ketika Rasullullah wafat, Amr adalah salah satu amir di 'Uman. Ia memiliki sifat cinta kekuasaan yang sangat menonjol, sesuai tabiat dan gerak geriknya yang seolah menyiratkan bahwa ia memang tercipta untuk menjadi penguasa.

Amirul Mukminin Umar bin Khattab suatu kali sampai tersenyum melihat cara Amr berjalan. Ia berkata, "Tidaklah layak bagi Abu Abdillah untuk berjalan di atas bumi, kecuali sebagai penguasa." Meski begitu, ia juga dikenal memiliki sifat amanah yang membuat Umar berkali-kali memilihnya sebagai gubernur di Palestina, Yordania, dan Mesir.

Selain keberanian dan kecerdasan, Amr memiliki naluri yang kuat. Ini terlihat saat ia berhadapan dengan panglima Romawi di Yarmuk. Saat itu, sang panglima mengundang Amr untuk berdiplomasi, sambil merencanakan tipu muslihat untuk membunuhnya. Amr pun datang tanpa curiga.

Setelah perundingan berakhir dan ia hendak melangkah keluar, Amr melihat ada gerakan yang mencurigakan. Ia pun kembali menemui panglima dengan langkah mantap dan tenang.

"Aku ingin menyampaikan sesuatu kepadamu. Di pos komandoku, tengah berkumpul segolongan sahabat Nabi yang paling awal masuk Islam. Aku ingin mengajak mereka bertemu denganmu untuk mendengar langsung apa yang kamu katakan," kata Amr.

Melihat track record Amr yang jujur dan amanah, Panglima Romawi itu sepakat. Ia berpikir, dengan begitu ia justru bisa membunuh para pembesar Muslim dalam sekali tebas. Keesokan harinya, sang pahlawan kita ini kembali ke hadapan panglima Romawi bersama pasukan Muslim.

Pada tahun 43 H, Amr bin Ash meninggal dunia di Mesir sebagai amir. Kini, majelis Amr tempat ia mengajar, memutuskan, dan mengadili masih berdiri di bawah atap masjidnya yang tua; Masjid Jami' Amr. Itulah masjid pertama dikumandangkannya kalimat Allah di tanah Nil.

REPUBLIKA.CO.ID

Abdullah Ibnu Mas'ud, Orang Pertama yang Lantunkan Alquran

Abdullah Ibnu Mas'ud, Orang Pertama yang Lantunkan Alquran

Abdullah ibn Mas'ud adalah seorang pengembala domba milik 'Uqbah ibn Abi Mu'ith, salah satu pembesar Quraisy. Ia menjadi orang keenam yang memeluk Islam dan beriman kepada Rasulullah.

Pada suatu hari, para sahabat Rasulullah berkumpul. Salah seorang berkata, "Demi Allah, kaum Quraisy belum pernah mendengar Alquran dibacakan kepada mereka. Nah, siapakah orang yang berani memperdengarkan Alquran kepada mereka?"

Pemuda pengembala domba itu menyahut, "Aku."

Mereka berkata, "Akan tetapi, kami mengkhawatirkanmu atas mereka. Kami menghendaki seorang laki-laki yang memiliki keluarga besar sehingga bisa melindunginya dari kaum Quraisy yang hendak mengganggu."

Ibnu Mas'ud menjawab, "Jangan khawatirkan aku karena Allah pasti melindungiku."

Dikisahkan oleh Khalid Muhammad Khalid dalam Biografi 60 Sahabat Rasulullah, pemuda itu kemudian berangkat ke Kakbah. Pada waktu dhuha, ia sampai di maqam Ibrahim sementara kaum Quraisy sedang berkumpul. Abdullah Ibnu Mas'ud lalu membaca ayat-ayat pertama dari surah Ar Rahman dengan suara lantang.

Para pemuka Quraisy pun tercengang, tidak percaya dengan apa yang dilihat oleh mata dan dengar oleh telinga. Mereka berseru, "Apa yang diucapkan oleh Ibnu Ummi Ma'bad itu? Apakah ia membaca sebagian dari Alquran yang dibawa oleh Muhammad?"

Para pemuka Quraisy segera bangkit menghampiri Abdullah Ibnu Mas'ud kemudian memukul wajahnya. Namun, Ibnu Mas'ud tetap melantunkan ayat-ayat suci Alquran hingga beberapa ayat. Setelah itu, ia kembali kepada para sahabat dalam kondisi wajah dan tubuh yang terluka.

Para sahabat berkata kepadanya, "Inilah yang kami khawatirkan terhadapmu." Abdullah Ibnu Mas'ud menjawab, "Tidaklah ada yang lebih mudah bagiku sekarang ini selain menghadapi para musuh Allah itu. Jika kalian mau, besok aku akan melakukan hal yang sama kepada mereka."

Para sahabat menjawab, "Cukup! Kamu telah memperdengarkan hal yang tidak mereka sukai."

Begitulah, Allah seolah hendak memberi balasan dengan mengaruniainya kemahiran membaca Alquran sangat indah dan memahaminya secara mendalam. Rasulullah juga berpesan kepada para sahabat untuk mengikuti bacaan Alquran Ibnu Mas'ud dan belajar padanya bagaimana seharusnya membaca Alquran.

REPUBLIKA.CO.ID

Rabu, 13 Januari 2016

Kisah Teladan Islami Si Tukang Batu Yang Di Cium Rasulullah SAW

Kisah Teladan Islami Si Tukang Batu Yang Di Cium Rasulullah SAW

Kisah Teladan Islami Si Tukang Batu 

Kisah Teladan Islami kali ini akan membagi tentang Si Tukang Batu Yang Di Cium Rasulullah . Diriwayatkan pada saat itu Rasulullah baru tiba dari Tabuk, peperangan dengan bangsa Romawi yang kerap menebar ancaman pada kaum muslimin. Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam peperangan ini. Tidak ada yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan dan ada uzur.
Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah berjumpa dengan seorang tukang batu. Ketika itu Rasulullah melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.

Sang manusia Agung itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?”

Si tukang batu menjawab, “Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar.”

Rasulullah adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasul pun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda,

“Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada”, ‘inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya’.

* Rasulullahl tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy, tangan para Pemimpin Khabilah, Raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh Rasulullah. Padahal tangan tukang batu yang dicium oleh Rasulullah justru tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, kapalan, karena membelah batu dan karena kerja keras.
Suatu ketika seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah. Orang itu di kenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas. Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fi sabilillah), maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi sabilillah.” (HR Thabrani)

* Orang-orang yang pasif dan malas bekerja, sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur. Rasulullah amat prihatin terhadap para pemalas.

”Maka apabila telah dilaksanakan shalat, bertebaranlah kam di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al-Jumu’ah 10)

”Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi ini”. (QS Nuh19-20)

* ”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)

”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)

”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud, selalu makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)

”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)

”Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)

Demikian lah sebagan kecil tentang kisah teladan islami agar kita semakin tahu dan semakin giat dalam mencari rizki allah yang halal dan berkah.

Kisah Taubatnya Seorang Wanita Taat Beribadah Tapi Tidak Berhijab

Kisah Taubatnya Seorang Wanita Taat Beribadah Tapi Tidak Berhijab

Kisah Taubatnya Seorang Wanita Taat Beribadah Tapi Tidak Berhijab 
Al-Kisah diceritakan, ada seorang wanita yang dikenal taat dalam beribadah. Dia sangat rajin melakukan ibadah wajib maupun sunnah. Hanya ada satu kekurangannya, ia tak mau berjilbab menutupi auratnya.

Setiap kali ditanya ia hanya tersenyum, seraya menjawab: “Insya Allah yang penting hati dulu yang berjilbab.” Sudah banyak orang yang menanyakan maupun menasihatinya. Tapi jawabannya tetap sama.

Hingga suatu malam ia bermimpi sedang berada disebuah taman yang indah. Rumputnya sangat hijau. Berbagai macam bunga bermekaran. Ia bahkan bisa merasakan bagaimana segarnya udara dan wanginya bunga. Sebuah sungai yang sangat jernih. Airnya kelihatan melintas di pinggir taman. Semilir angin pun ia rasakan di sela-sela jarinya. Ada beberapa wanita di situ yang terlintas juga menikmati pemandangan keindahan taman.

Ia pun menghampiri salah satu wanita tersebut. Wajahnya sangat bersih, seakan-akan memancarkan cahaya yang sangat lembut. “Assalamu’alaikum saudariku…” “Wa’alaikum salam…, selamat datang wahai saudariku…” “Terimakasih, apakah ini syurga?” Wanita itu tersenyum. “Tentu saja bukan wahai saudariku. Ini hanyalah tempat menunggu sebelum surga.” “Benarkah? Tak bisa kubayangkan seperti apa indahnya surga jika tempat menunggunya saja sudah seindah ini…” Wanita itu tersenyum lagi kemudian bertanya, “Amalan apa yang bisa membuatmu kembali wahai sudariku?” “Aku selalu menjaga shalat, dan aku menambah dengan ibadah-ibadah sunnah. Alhamdulillah.”

Tiba-tiba jauh diujung taman ia melihat sebuah pintu yang sangat indah. Pintu itu terbuka, dan ia melihat beberapa wanita yang di taman tadi mulai memasukinya satu per satu. “Ayo, kita ikuti mereka!” Kata wanita itu sambil setengah berlari. “Apa di balik pintu itu?” “Tentu saja surga wahai saudariku…” Larinya semakin cepat. “Tunggu… tunggu aku…” Ia berlari sekancang-kencangnya, namun tetap tertinggal. Wanita itu hanya setengah berlari sambil tersenyum padanya. Namun ia tetap saja tak mampu mengejarnya meski ia sudah berlari sekuat tenaga.

Ia lalu berteriak, “Amalan apa yang engkau lakukan sehingga engkau tampak begitu ringan?” “Sama denganmu wahai saudariku…” Jawab wanita itu sambil tersenyum. Wanita itu telah mencapai pintu. Sebelah kakinya telah melewati pintu. Sebelum wanita itu melewati pintu sepenuhnya, ia berteriak pada wanita itu, “Amalan apalagi yang engkau lakukan yang tidak aku lakukan?” Wanita itu menatapnya dan tersenyum lalu berkata, “Apakah engkau tidak memperhatikan dirimu apa yang membedakan dengan diriku?”

Ia sudah kehabisan nafas, tak mampu lagi menjawab, “Apakah engkau mengira bahwa Rabbmu akan mengizinkanmu masuk ke surga-Nya tanpa jilbab penutup aurat?” Kata wanita itu. Tubuh wanita itu telah melewati, tapi tiba-tiba kepalanya mengintip keluar memandangnya dan berkata, “Sungguh disayangkan, amalanmu tak mampu membuatmu mengikutiku memasuki surga ini. Cukuplah surga hanya sampai di hatimu karena niatmu adalah menghijabi hati.”

Ia tertegun… lalu terbangun… beristighfar lalu mengambil wudhu. Ia tunaikan shalat Malam, menangis dan menyesali perkataannya dahulu.

Dan sekarang ia berjanji sejak saat ini ia akan MENUTUP AURATNYA.

Allah SWT Berfirman “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, ‘hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal karena mereka tidak diganggu. Dan ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al- Ahzab: 59)

Berjilbab adalah perintah langsung dari ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala, lewat utusan-Nya yakni baginda Nabi Besar Muhammad Rasulullah Saw. Yang namanya perintah dari ALLAH adalah wajib bagi seorang hamba untuk mematuhi-Nya. Dan apabila dilanggar, ini jelas ia telah berdosa. ( Baca Juga : Perintah dan Hukum Memakai Jilbab Bagi Wanita Muslim )

Semoga cerita di atas mengilhami bagi wanita yang belum berhijab. Karna berhijab bukan sekedar menjadi identitas seorang musimah saja tapi ini adalah kewajiban yang harus di kerjakan. Semoga bermanfaat.

Kisah Tauladan Sahabat Nabi, Zahid ra Yang Mengharukan

Kisah Tauladan Sahabat Nabi, Zahid ra Yang Mengharukan

Kisah Tauladan Sahabat Nabi Zahid ra Yang Mengharukan 
Kisah Tauladan – Sahabat dunia islam, Banyak sekali kisah tauladan pada zaman Rasullah dan sahabat nabi yang bisa menjadi pelajaran bagi kita untuk menambah keimanan kita semua salah satunya Kisah tauladan sahabat nabi yang bernama zahid ra. Pada zaman Rasulullah SAW hiduplah seorang pemuda yang bernama Zahid yang berumur 35 tahun namun belum juga menikah. Dia tinggal di Suffah masjid Madinah. Ketika sedang memperkilat pedangnya tiba-tiba Rasulullah SAW datang dan mengucapkan salam. Zahid kaget dan menjawabnya agak gugup.

“Wahai saudaraku Zahid, selama ini engkau sendiri saja,” Rasulullah SAW menyapa.

“Allah bersamaku ya Rasulullah,” kata Zahid.
 
“Maksudku kenapa engkau selama ini engkau membujang saja, apakah engkau tidak ingin menikah,” kata Rasulullah SAW.
 
Zahid menjawab, “Ya Rasulullah, aku ini seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku jelek, siapa yang mau denganku ya Rasulullah?”
 
” Asal engkau mau, itu urusan yang mudah!” kata Rasulullah SAW.

Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan sekretarisnya untuk membuat surat yang isinya adalah melamar kepada wanita yang bernama Zulfah binti Said, anak seorang bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya dan terkenal sangat cantik jelita. Akhirnya, surat itu dibawah ke rumah Zahid dan oleh Zahid dibawa kerumah Said. Karena di rumah Said sedang ada tamu, maka Zahid setelah memberikan salam kemudian memberikan surat tersebut dan diterima di depan rumah Said.

“Wahai saudaraku Said, aku membawa surat dari Rasul yang mulia diberikan untukmu saudaraku.”
Said menjawab, “Adalah suatu kehormatan buatku.”
 
Lalu surat itu dibuka dan dibacanya. Ketika membaca surat tersebut, Said agak terperanjat karena tradisi Arab perkawinan yang selama ini biasanya seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan dan yang kaya harus kawin dengan orang kaya, itulah yang dinamakan SEKUFU.

Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullah?”
 
Zahid menjawab, “Apakah engkau pernah melihat aku berbohong.”
 
Dalam suasana yang seperti itu Zulfah datang dan berkata, “Wahai ayah, kenapa sedikit tegang terhadap tamu ini. bukankah lebih disuruh masuk?”

“Wahai anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang melamar engkau supaya engkau menjadi istrinya,” kata ayahnya.
 
Disaat itulah Zulfah melihat Zahid sambil menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Wahai ayah, banyak pemuda yang tampan dan kaya raya semuanya menginginkan aku, aku tak mau ayah..!” dan Zulfah merasa dirinya terhina.

Maka Said berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, engkau tahu sendiri anakku tidak mau bukan aku menghalanginya dan sampaikan kepada Rasulullah bahwa lamaranmu ditolak.”

Mendengar nama Rasul disebut ayahnya, Zulfah berhenti menangis dan bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, mengapa membawa-bawa nama rasul?”

Akhirnya Said berkata, “Ini yang melamarmu adalah perintah Rasulullah.”
 
Maka Zulfah istighfar beberapa kali dan menyesal atas kelancangan perbuatannya itu dan berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, kenapa sejak tadi ayah berkata bahwa yang melamar ini Rasulullah, kalau begitu segera aku harus dikawinkan dengan pemuda ini.

Karena ingat firman Allah dalam Al-Quran surat 24 : 51. Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan. Kami mendengar, dan kami patuh/taat. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. 24:51)”

Zahid pada hari itu merasa jiwanya melayang ke angkasa dan baru kali ini merasakan bahagia yang tiada tara dan segera pamit pulang. Sampai di masjid ia bersujud syukur. Rasul yang mulia tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya.

“Bagaimana Zahid?”
 
“Alhamdulillah diterima ya rasul,” jawab Zahid.
 
“Sudah ada persiapan?”
 
Zahid menundukkan kepala sambil berkata, “Ya Rasul, kami tidak memiliki apa-apa.”

Akhirnya Rasulullah menyuruhnya pergi ke Abu Bakar, Ustman, dan Abdurrahman bi Auf. Setelah mendapatkan uang yang cukup banyak, Zahid pergi ke pasar untuk membeli persiapan perkawinan. Dalam kondisi itulah Rasulullah SAW menyerukan umat Islam untuk menghadapi kaum kafir yang akan menghancurkan Islam.

Ketika Zahid sampai di masjid, dia melihat kaum Muslimin sudah siap-siap dengan perlengkapan senjata, Zahid bertanya, “Ada apa ini?”
 
Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, maka apakah engkau tidak mengerti?”.

Zahid istighfar beberapa kali sambil berkata, “Wah kalau begitu perlengkapan kawin ini akan aku jual dan akan kubelikan kuda yang terbagus.”
 
Para sahabat menasehatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu berbulan madu, tetapi engkau hendak berperang?”
 
Zahid menjawab dengan tegas, “Itu tidak mungkin!”

Lalu Zahid menyitir ayat sebagai berikut, Jika bapak-bapak, anak-anak, suadara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih baik kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dari) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS. 9:24).

Akhirnya Zahid (Aswad) maju ke medan pertempuran dan mati syahid di jalan Allah. Rasulullah berkata, “Hari ini Zahid sedang berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah.”

Lalu Rasulullah membacakan Al-Quran surat 3 : 169-170 dan 2:154). Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS 3: 169-170).

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS. 2:154).

Pada saat itulah para sahabat meneteskan air mata dan Zulfah pun berkata, “Ya Allah, alangkah bahagianya calon suamiku itu, jika aku tidak bisa mendampinginya di dunia izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”